Jakarta, 9 Januari - Ijasah asli tapi palsu (Aspal), pendidikan jarak jauh dan melebihkn kuota mahasiswa jadi masalah perguruan tinggi di Indonesia.
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI seperti dilansir laman Tribun News, memastikan akan melakukan penindakan bagi perguruan tinggi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran ini.
"Baik perguruan tinggi negeri maupun swasta akan diberikan sanksi yang sama jika melanggar. Ini kami lakukan untuk melindungi masyarakat," kata Menristek Dikti, M Nasir saat hadir dalam forum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) "Higher Education Stakeholder Dialogue di Jakarta, Kamis (8/1/2015)
Dikatakannya, perguruan tinggi yang bermasalah, Kemenristek dan Dikti juga akan melakukan pembinaan khusus baik PTS maupun PTN tujuannya perbaikan.
Kemenristek dan Dikti juga memberikan perhatian terhadap kualitas dosennya. Pemerintah mendorong, para Dosen untuk melanjutkan studinya.
"Jumlah dosen yang studi lanjut juga jadi perhatian. Jadi jika ada dosen berkualitas bagus, segera daftarkan untuk memperoleh beasiswa kita biayai penuh," katanya.
Penggabungan Ristek dan Dikti Menumbuhkan Riset Perguruan Tinggi
Sementara itu penggabungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dinilai Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Edy Suandi Hamid memberikan angin segar untuk pengembangan riset di perguruan tinggi.
Pasalnya, dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia bahkan negara Nepal, anggaran riset jauh lebih kecil.
"Terintegrasinya Menristek dan Dikti akan membuat riset menjadi perhatian dan fokus. Perbedaan yang ada di pendidikan tinggi dan sekolah adalah riset," kata Edi saat forum APTISI "Higher Education Stakeholder Dialogue di Jakarta, Kamis (8/1/2015).
Seiring meningkatnya anggaran dan pengelolaan anggaran riset yang terkelola dengan baik, maka akan bisa berkotribusi positif bagi bangsa.
"Makin besar dana untuk riset memungkinkan untuk untuk mengembangkan berbagai riset yang akan menjadi pemecahan masalah riil yang dihadapi bangsa ini," katanya.
Ia berharap adanya pengurangan subsidi, penghematan pemerintah, sebagian dananya bisa dikucurkan untuk pembiayaan riset yang dilakukan perguruan tinggi. Saat ini berkisar antara 0,02 persen dari GDP.
Menteri Riset Teknologi dan Dikti, M Nasir berkomitmen untuk mengucurkan dana riset yang bermanfaat langsung kepada masyarakat. Ini sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo, riset difokuskan untuk menemukan teknologi yang lebih hemat, ramah lingkungan.
"Kita juga akan melakukan lebih banyak riset teknologi pangan untuk mencapai berbagai swasembada yang telah ditargetkan pemerintah," kata Nasir.
Berbagai langkah riset yang dilakukan ini, sebut mantan Rektor Universitas Diponegoro ini, berbasis inovasi based of market.
"Artinya riset yang dilakukan berbasis pada pasar. Jadi yang diriset hanya apa yang dibutuhkan masyarakat sehingga tidak sia-sia," katanya.
Ia menyebut jika risetnya terlalu maju justru masyarakat dalam negeri tidak siap menggunakan dan kurang bermanfaat bagi masyarakat.
Hilangkan Dikotomi PTN dan PTS
Dalam kesempatan tersebut, Menristekdikti, M Nasir akan menghapuskan dikotomi antara perguruan tinggi negeri dan swasta.
Menurutnya, perguruan tinggi negeri (PTN) ataupun PTS hanyalah masalah pengelolaan.
"Kemenristek dan Dikti juga akan melakukan analisis SWOT baik PTN dan PTS serta berkomunikasi yang bertujuan membangun kualitas pendidikan," kata saat hadir dalam forum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) "Higher Education Stakeholder Dialogue di Jakarta, Kamis (8/1/2015)
Seiring penghilangan dikotomi, maka Kopertis akan dihapuskan serta akan diganti lembaga layanan perguruan tinggi.
"Tidak akan membedakan dalam pelayanan.
Artinya bagi kita cara pandang sama. PTN juga akan dimandirikan supaya bisa berkompetisi dengan baik," katanya.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini menargetkan tahun 2016 mendatang sudah tidak ada lagi dikotomi PTS dan PTN.
"Direalisasikan mungkin 2015 atau 2016 karena berdampak ke kementerian yang lainnya," katanya.
Nasir meyakini tidak adanya dikotomi antara negeri dan swasta akan mampu menghasilkan sarjana yang kualitas yg baik dibandingkan negara tetangga.
"Setidaknya langkah ini menjadi salah satu cara menghadapi persaingan yg cepat hadapi MEA," katanya. (Tn/Gs)
Kategori: